Selasa, 22 Desember 2009

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SEKTOR TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA

Umum

Keterbelakangan dan kemiskinan yang melanda Indonesia tidak terlepas dari tekanan dan pengaruh yang datang dari dalam dan dari luar negeri. Tekanan tersebut menyebabkan sulitnya Indonesia melepaskan label negara miskin. Hal ini diperparah dengan terjadinya penyimpangan di segala bidang sehingga Indonesia menjadi negara terkorup di dunia. Di bawah ini disajikan kajian tentang pengaruh-pengaruh yang di alami oleh Indonesia.

Pengaruh Dalam Negeri

Pengaruh yang datang dari dalam negeri sendiri adalah berupa adanya peraturan perundang-undangan yang disusun oleh lembaga pembuat undang-undang, dan juga dari situasi politik yang tidak stabil, serta adanya krisis ekonomi yang berlanjut menjadi krisis multi-dimensi yang dialami Indonesia sejak tahun 1997. meskipun disadari bahwa pengaruh dari dalam negeri ini juga tidak dapat dilepaskan sepenuhnya dari pengaruh yang datang dari luar negeri, keduanya adalah saling berkaitan.

Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi dimulai dengan krisis moneter pada tahun 1997, dimana nilai mata uang rupiah turun secara sangat signifikan dibanding dengan nilai mata uang dollar Amerika Serikat. Turunnya nilai mata uang rupiah diikuti dengan berbagai akibatnya antara lain rusaknya sistem perekonomian, perdagangan dan impor-ekspor Indonesia. Para pengusaha tidak dapat lagi menjalankan bisnisnya secara normal, dan bahkan banyak yang terpaksa menutup usahanya. Runtuhnya perekonomian Indonesia membawa dampak kepada keterpurukan sehingga Indonesia tidak lagi mampu membiayai anggaran belanjanya dan terpaksa meminta bantuan dari lembaga internasional (World Bank, IMF, dll). Bantuan dan/ atau pinjaman tersebut menambah ketergantungan Indonesia kepada pihak asing.[1]

Situasi Politik

Situasi politik Indonesia sejak terjadinya kerusuhan karena terjadinya krisis ekonomi dan moneter yang mencapai puncaknya pada pergantian presiden Soeharto, dan berlanjut dengan gonjang-ganjing politik yang tidak hentinya, membuat keterpurukan yang semakin parah di Indonesia. Indonesia mencapai rekor pergantian pemimpin yang dalam waktu yang singkat (4 presiden dalam dalam 6 tahun), dan pergantian menteri yang lebih banyak lagi dalam masa pemerintahan yang berganti-ganti itu. Kesemuanya ini tentunya membawa pengaruh yang tidak baik ke bidang perekonomian. Dengan terjadinya ketidakstabilan poltik, iklim usaha juga menjadi tidak pasti, dengan ketidakpastian iklim usaha, bertambah keterpurukan ekonomi, dan menyebabkan pengekalan kedudukan Indonesia di kelompok negara terbelakang.

Memang harus diakui bahwa untuk menjelaskan situasi di Indonesia sekarang ini diperlukan analisis ekonomi-politik agar dapat memprediksi keadaan Indonesia pasca-krisis.[2]

Peraturan Perundang-undangan

Salah satu penyebab keterbelakangan dan kemiskinan adalah kurangnya investasi yang dilakukan di Indonesia. Investasi dapat dilakukan oleh pihak dalam negeri dan dapat pula oleh pihak asing. Berhubung dengan kurangnya sumber daya dan dana dalam negeri, maka investasi yang digiatkan oleh Pemerintah adalah dari luar negeri, untuk itu pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan tentang investasi.

Investasi di Indonesia diatur dengan berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, di antaranya: Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970, Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970, serta berbagai Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2000 Tentang Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal yang lampirannya telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 Tentang Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal. Pada Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 96 dinyatakan bahwa penetapan bidang usaha sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan Presiden tersebut tidak berlaku bagi penanaman modal tidak langsung yang dilaksanakan dengan membeli saham perusahaan yang sudah berdiri melalui pasar modal dalam negeri. Hal ini berarti bahwa pemilik modal asing dapat masuk ke semua sektor dengan kepemilikan seratus persen, termasuk sektor telekomunikasi.

Sektor Usaha Telekomunikasi

Pada tahun 1995 PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) diprivatisasi. Perusahaan milik negara ini melakukan Initial Public Offering dengan mencatatkan sahamnya di berbagai bursa dunia, di Indonesia dan di negara lain. Pada waktu yang sama Telkom juga mendapatkan pinjaman dalam jumlah yang cukup besar dari World Bank dengan skema two-step loan yaitu pinjaman tidak langsung melalui Pemerintah Republik Indonesia. Tidak cukup sampai di situ, Telkom juga melakukan Kerjasama Operasional (KSO) dengan beberapa mitra (Mitra KSO) yang merupakan konsorsium perusahaan-perusahaan asing dan domestik.

Bantuan dan Kerjasama

Pinjaman yang diberi oleh World Bank (two-step loan) berjangka waktu sangat panjang sampai dua puluh lima tahun dengan bunga yang rendah, sehingga dapat dikategorikan bantuan. Pinjaman two-step loan diberikan dengan persyaratan yang lunak dan jangka waktu yang sangat panjang. Pinjaman tersebut tidak langsung diberikan kepada Telkom, namun lewat pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan, di sisi lain, Menteri Keuangan adalah pemegang saham Telkom. Dengan menerima pinjaman tersebut, pemerintah menerima margin bunga (selisih bunga yang ditetapkan oleh lender dengan bunga yang dibayar oleh Telkom).

Selanjutnya pemerintah merancang skim kerjasama operasional (KSO) antara Telkom dengan konsorsium investor yang di antaranya wajib ada investor yang berasal dari negara pemberi pinjaman. Untuk menjalankan skim KSO tersebut Telkom dipecah menjadi beberapa wilayah regional dan hanya dua wilayah yang disisakan untuk dikelola oleh Telkom. Kerjasama Operasional antara Telkom dengan para Mitra KSO dilakukan dengan tujuan untuk membantu Telkom membangun 7 juta satuan sambungan sampai dengan akhir Pelita VI, di samping mendukung peningkatan agar Telkom menjadi World Class Operator.

KSO diharapkan untuk mempercepat pembangunan sektor telekomunikasi dan membawa Telkom menjadi operator kelas dunia (world class operator). Namun, yang terjadi adalah bahwa para investor yang diharapkan membawa dana segar untuk diinvestasikan di sektor telekomunikasi di Indonesia, ternyata hanya bertindak sebagai agen semata dari para lender yang memback-upnya, sehingga ketika terjadi krisis, tidak satupun konsorsium investor yang menjadi mitra KSO dapat mencapai target pembangunannya dan cita-cita world class operator tidak pernah tercapai.

Apabila diteliti lebih dalam maka tampak bahwa skim KSO merupakan skim yang diciptakan untuk memecah perusahaan telekomunikasi milik pemerintah tersebut, karena dengan dipecah menjadi beberapa wilayah regional, maka akan lebih mudah bagi pihak asing untuk melakukan take over, dan hal tersebut telah beberapa kali diajukan oleh pihak investor bahwa skim yang terbaik untuk mengatasi krisis yang dialami mitra KSO adalah dengan memkonversi wilayah-wilayah KSO menjadi perusahaan-perusahaan baru yang terpisah sama sekali dengan Telkom. Apabali hal itu terlaksana maka sektor telekomunikasi akan dikuasai oleh pihak asing.

Oleh Karena itu, kegagalan KSO ini dapat pula dipandang sebagai blessing indisguise karena dengan kegagalan tersebut Telkom dapat mengkonsolidasikan kembali wilayahnya yang telah dipecah-pecah karena skim KSO tersebut.

Privatisasi

Privatisasi adalah suatu kata lain dari swastanisasi, yaitu perubahan kepemilikan perusahaan dari semula milik pemerintah menjadi [sebagian atau seluruhnya] milik swasta. Secara teoretis privatisasi dapat dilakukan dengan beberapa alasan, yaitu: Menghimpun dana untuk keperluan pemerintah; Membayar utang Pemerintah; dan Menarik keikutsertaan pihak swasta ke dalam perusahaan yang selama ini dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah. Pada tahun 1995 Pemerintah RI sebagai pemilik tunggal Telkom menginstruksikan Telkom untuk melaksanakan IPO. Telkom melaksanakan IPO dengan mencatatkan sahamnya di berbagai bursa, yaitu: Bursa Efek Jakarta, Bursa Efek Surabaya, New York Stock Exchanges, London Stock Exchanges, dan melakukan penawaran saham tanpa pencatatan di Tokyo Stock Exchanges.

Apabila kita lihat kembali peraturan mengenai pembatasan investasi asing di sektor telekomunikasi, maka seperti yang disinggung di atas, sektor ini akan dapat dengan mudah dikuasai asing lewat pasar modal.[5] Karena pembelian saham lewat pasar modal oleh pihak asing di semua sektor tidak dibatasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

  • p (1)
Powered By Blogger

Cari Blog Ini